Komisi B Dorong Akuntabilitas dan Transparansi Kontrak Farming DKI Jakarta
Komisi B Dorong Akuntabilitas dan Transparansi
Kontrak Farming DKI Jakarta
eperti
kontrak kerja yang telah dijalin PT Food Station Tjipinang dengan Provinsi Jawa
Barat dan Jawa Timur. Dalam laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ)
penggunaan APBD tahun 2020, PT Food Station disebut tidak memaparkan mekanisme
pelaksanaan kontrak kerja di bidang pangan yang dimaksud.
“Itu harus
dibuka secara transparan sesuai Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang
akuntabilitas dan transparansi. Fungsi kita mengontrol apakah pemilihan
(kerjasama) ini sudah memenuhi kriteria atau hanya faktor kedekatan semata,
karena selama ini tidak jelas dengan siapa saja mereka bermitra,” ujar Manuara,
anggota Komisi B di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (21/4).
Ia berharap
apabila PT Food Station di tahun 2021 kembali melakukan kontrak farming dengan
beberapa Provinsi untuk pemenuhan stok beras, maka perlu dilakukan pemilihan
gabungan kelompok tani (Gapoktan) secara transparan dan membuat kriteria yang
jelas beras seperti apa yang memenuhi standar.
Pertanyaan
yang sama juga disampaikan anggota Komisi B DPRD DKI lainnya, yakni Sutikno.
Menurutnya PT Food Station perlu melampirkan kajian lengkap dari seluruh mitra
yang ingin mengajukan produknya.
“Ini perlu
kajian, karena jangan sampai Food Station minta tambahan PMD atau menggunakan
APBD untuk kontrak farming ini, tapi tidak jelas siapa dan mengapa bisa lolos
menjadi mitra,” ungkapnya.
Sutikno juga
meminta agar PT Food Station melakukan evaluasi terhadap dua Provinsi pemasok
beras terkait kualitas, kestabilan pasokan, dan kestabilan harga yang diajukan.
“Ini harus
dievaluasi dahulu, jika sama-sama menguntungkan dan kualitasnya baik, silahkan
teruskan, tapi kalau tidak, cari lagi Provinsi yang mampu mencukupi stok beras
kita dengan kualitas dan harga terbaik,” tuturnya.
Dilokasi
yang sama, Direktur Utama PT Food Station Pamrihadi Wiraryo mengaku bahwa telah
melakukan kajian terhadap beberapa mitra pengaju meskipun hanya dalam waktu
yang singkat.
“Jadi
sebenarnya kita sudah ada mekanisme pemilihan vendor. Jadi dari para Gapoktan
menyampaikan sample dan varietas apakah cocok untuk kebutuhan FS. Ini kita
lakukan dua bulan prosesnya,” ucapnya.
Bahkan untuk
tahun 2021 ini, Pamrihadi memastikan bahwa kontrak farming akan terus
dilanjutkan. Sebab kebutuhan beras Ibukota dalam setahun mencapai satu juta
ton, atau 86 ribu ton perbulan. Sementara Jakarta hanya memiliki 500 hektare
sawah atau mampu panen 2500 ton perbulan.
“Makanya
kita butuh kontrak farming ini. Di tahun 2021 target kita ada 6200 hektare
lahan yang akan kita kontrak dengan harapan akan mendapat jaminan pasokan gabah
kering dan stok beras yang mencukupi,” jelasnya.
Komentar
Posting Komentar